Sikapi Green Coke Milik Pertamina Dumai, Johannes: Pertamina Harus Peka -->

News

Sikapi Green Coke Milik Pertamina Dumai, Johannes: Pertamina Harus Peka

Selasa, 14 Januari 2020, 6:49 PM

Dumai (PantauNews.co.id) – H Johannes MP Tetelepta SH MM menyikapi green coke milik PT Pertamina RU II yang diduga mencemari laut dan lingkungan permukiman warga.

Anggota DPRD Dumai Fraksi Gerinda ini menegaskan kondisi existing pencemaran yang diduga green coke milik pertamina harus segera diselesaikan secara regulasi dan justifikasi sehingga harus berujung pada tindakan dan ketegasan.

“Ini hal yang selalu berulang dan belum menemukan solusi yang baik. Masalah ini perlu kiranya menjadi perhatian serius kita menyikapi fakta yang terjadi,” ujar Pria yang kerap disapa Aci, Selasa (14/01).

Aci juga mengkritisi, agar pihak Pertamina tidak segampang itu sebelumnya mengatakan bahwa green coke tidak berbahaya dan tidak berdampak kepada lingkungan.

“Perlu kajian mendalam sehingga tidak gampang mengatakan green coke tidak berbahaya, antara bentuk kokas green coke dan batubara memang memiliki kemampuan polusi yang berbeda, tetapi tetap saja polusi,” Tegas Aci.

“Kita berharap pertamina peka dan mencari solusi yang terbaik. Dan kita yakin pertamina seiring dengan harapan masyarakat,” Harapnya.

Anggota DPRD menjabat dua periode itu menjelaskan, bahwa proses pemecahan (grading) memang lebih mudah. Kandungan abu lebih rendah tetapi jika terakumulasi dalam jumlah besar ke atmosfer tentu akan dengan pasti menimbulkan masalah begitu juga tehadap lingkungan sekitar.

Johanes mengemukakan, bahkan tidak terlepas persoalan itu dari ancaman kesehatan pada manusia, faktanya kokas minyak bumi merupakan sumber debu halus, yang dapat menembus proses penyaringan jalan napas manusia, bersarang di paru-paru dan menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

“Kokas minyak bumi bisa mengandung vanadium, logam beracun. Artinya tidak mustahil kekhawatiran masyarakat dumai akan terjadi apabila SOP pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan Pertamina Dumai tidak dilaksakan dengan baik,”katanya.

Walaupun beberapa studi menunjukkan bahwa kokas minyak bumi memiliki tingkat toksisitas yang rendah dan tidak berbahaya, menurut Aci, hal itu butuh justifikasi yang kuat sehingga tidak menimbulkan kontra persepsi , karena terkait kepada kesehatan dan lingkungan manusia.

“Kokas ini bisa berupa tingkat bahan bakar (tinggi sulfur dan logam) atau tingkat anoda (rendah sulfur dan logam). Kokas mentah langsung dari kokas sering disebut sebagai green coke. Dalam konteks ini, 'hijau' berarti tidak diproses," terangnya.

Aci menambahkan, pemprosesan lebih lanjut dari kokas hijau dengan mengkalsinasi dalam rotary kiln menghilangkan sisa hidrokarbon yang mudah menguap dari kokas. Kokas minyak bumi yang dikalsinasi dapat diproses lebih lanjut dalam oven anoda untuk menghasilkan kokas anoda dengan bentuk dan sifat fisik yang diinginkan. Anoda terutama digunakan dalam industri aluminium dan baja.

Untuk memahami sebenarnya Kokas minyak bumi, kokas disingkat atau petcoke , adalah bahan padat kaya karbonakhir yang berasal dari penyulingan minyak, dan merupakan salah satu jenis kelompok bahan bakar yang disebut kokas.

Sementara, Petcoke adalah kokas yang, khususnya, berasal dari proses perengkahan akhir, proses rekayasa kimia berbasis thermo memecah hidrokarbon rantai panjang minyak bumi menjadi rantai yang lebih pendek, yang terjadi dalam satuan yang disebut unit koker dan kokas lain dalam bentuk batubara.

Dengan kata lain, kokas adalah produk karbonisasi dari fraksi hidrokarbon dengan titik didih tinggi yang diperoleh dalam pemrosesan minyak bumi (residu berat). Petcoke juga diproduksi dalam produksi minyak mentah sintetis (syncrude) dari bitumen yang diekstraksi dari pasir minyak. Sehingga proses kimia yang terjadi pada titik ini.

Petcoke adalah lebih dari 80% karbon dan mengeluarkan 5% hingga 10% lebih banyak karbon dioksida (CO 2) daripada batubara berdasarkan energi per unit saat dibakar. Karena petcoke memiliki kandungan energi yang lebih tinggi, petcoke mengeluarkan antara 30 dan 80 persen lebih banyak CO 2dari pada batubara per unit.

Johanes menilai, Pengelolaan lingkungan hidup bergantung sejauh mana keseriusan pengawasan daerah,
untuk mengetahui ketaatan penanggungjawab usaha dan atau kegiatan terhadap peraturan dalam melakukan pengendalian pencemaran lingkungan dan dampak kesehatan masyarakat.

“Pengawas harus dibekali dengan teknik pengawasan yang baik dan benar sehingga sesuai dengan kaidah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Semoga segala pedoman dalam pengawasan industri menjadi penting untuk masa depan daerah ini serta masyarakatnya,” Tutup Johanes. (ifw)

Editor: Edriwan



TerPopuler